Senin, 02 Februari 2009

Bersyukur Oleh : Idris Toha

http://www.republika.co.id/

tiap detik, Allah melimpahkan nikmat-Nya kepada setiap makhluk. Misalnya, nikmat umur, iman, dan Islam. ''Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya.'' (QS. 16: 18) Kita wajib bersyukur kepada Allah atas berbagai nikmat-Nya.
Menurut Imam al-Ghazali, bersyukur adalah salah satu maqam yang lebih tinggi dari sabr, khauf kepada Allah dan maqam lainnya. Bila kita bersyukur berarti kita telah menempatkan nikmat Allah pada tempat yang sesungguhnya. Wujud syukur yang sebenarnya adalah melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Abul Laits as-Samarqandi dalam Tanbih al-Ghafilin membagi syukur menjadi tiga macam. Pertama, jika seseorang menerima nikmat, maka ingatlah ia kepada yang memberi untuk memuji padanya. Kedua, ia ridha dan puas terhadap nikmat yang diterima. Ketiga, selama ia merasakan manfaat nikmat itu, maka ia tidak menggunakannya untuk perbuatan maksiat.

Seorang hakim berkata, ''Saya sibuk mensyukuri empat macam. Pertama, Allah telah menjadikan seribu macam makhluk, sedang yang termulia dari semua itu anak Adam, lalu Allah menjadikan aku dari anak Adam. Kedua, Allah telah melebihkan orang lelaki daripada wanita, lalu menjadikan aku lelaki. Idris Thaha Ketiga, saya mengetahui bahwa Islam itu sebaik-baik agama, dan yang diterima oleh Allah, lalu saya dijadikan seorang muslim. Keempat, saya mengetahui bahwa umat Muhammad itu paling utamanya umat, lalu Allah menjadikan aku dari umat Muhammad SAW.''Sedangkan Ibnu Abbas mengutip Nabi Muhammad bersabda, ''Dua macam nikmat yang kebanyakan manusia rugi (kecewa) dalam menerima keduanya. Yaitu nikmat sehat afiat dan libur (tidak ada kerja). Jarang orang yang dapat menggunakan dengan sungguh-sungguh masa sehat dan libur itu.'

'Dan Imam al-Ghazali mengemukakan tiga cara bersyukur kepada Allah.
Pertama, bersyukur dengan hati, yaitu mengakui dan menyadari segala nikmat Allah.
Kedua, bersyukur dengan lidah, yaitu mengucapkan ungkapan rasa syukur.
Seorang ulama berkata, ''Barangsiapa merasa menerima nikmat, hendaknya ia membaca banyak hamdalah (alhamdulillah). Dan barangsiapa yang sering risau, hendaklah ia sering membaca istighfar (astaghfirullah), dan barangsiapa merasa tertekan oleh kemiskinan, hendaknya ia membaca laa hawla wa laa quwwata illaa billahi al-aliyyi al-adziimi.
Ketiga, bersyukur dengan amal perbuatan, yaitu mengamalkan dan memanfaatkan anggota tubuh sesuai dengan agama. Bagi al-Ghazali, anggota tubuh yang terpenting meliputi mata, telinga, lidah, tangan, perut, kemaluan (seksual), dan kaki.Jika kita bersyukur, Allah akan menambah nikmat-Nya kepada kita, dan jika mengingkarinya, azab-Nya sangat pedih (Q.S. 14:7).
Bila kita bersyukur, sesungguhnya kita bersyukur untuk kebaikan sendiri (Q.S. 27:40; 31:12). Lagi pula, ada empat orang yang diberi keuntungan dunia dan akhirat. Orang yang menggunakan lidahnya untuk berdzikir, hatinya untuk bersyukur, badannya untuk bersabar, dan memiliki istri mukminah shalihah.

Miskin cinta Oleh : toto Tasmara

www.republika.co.id



Tengoklah dengan hati yang paling bening, sesungguhnya banyak di antara kita masih miskin cinta. Uluran pengemis yang ditepis, para pemimpin umat saling menyeteru, dan orang-orang kaya harta yang miskin cinta. Dada tempat bersemayamnya mahabbah telah menipis diganti angkara dunia. Gunjingan dan gosip menjadi nyanyian sehari-hari. Mereka tidak sadar betapa Allah telah berfirman bahwa bagi orang-orang yang menggunjing dan memfitnah itu, diibaratkan bagaikan manusia yang memakan bangkai sesama saudaranya sendiri.Ini semua terjadi karena di antara kita bisa jadi sudah kehilangan nuansa cinta, dan sebaliknya sarat dengan muatan keserakahan, persaingan, dan memandang manusia dari kacamata materi, untung dan rugi belaka. Dia santuni dan mencoba ingin akrab dengan manusia yang mempunyai kekuasaan. Sopan dan simpatik penampilannya, tetapi hanya sekadar untuk mendapatkan cipratan materi. Dan berubah wajahnya ketika dia berhadapan dengan orang yang lemah (mustad'afin) dan memalingkan muka dari penderitaan orang-orang miskin.Sungguh, saat ini kita membutuhkan para pemimpin yang mempunyai wibawa cinta. Dia menampakkan wajahnya yang teduh dengan senyuman di bibir, bukan wajah yang sinis mencibir. Seharusnya dia sadar bahwa dirinya menjadi pemimpin karena adanya orang-orang yang dipimpinnya. Dia lupa bahwa menjadi pemimpin itu adalah menjadi pelayan umat.Simak dan resapkanlah perilaku akhlakul karimah Nabi Muhammad saw dengan sahabat dan umatnya yang bagaikan cahaya mentari. Perilaku akhlakul karimah beliau itu telah menyentuh nurani umat manusia, menggubah peradaban yang gelap menjadi terang, dan meninggalkan pesan-pesan kepada kita untuk menampilkan diri sebagai umat yang santun, berakhlak, dan saling mencintai penuh kedamaian.Pada saat Nabi saw meluruskan barisan dalam perang Badar, tanpa sengaja beliau memukul perut Sawad bin Ghazyah dengan anak panahnya. Sawad memprotes, ''Ya Rasulullah, dadaku sakit karena pukulanmu. Aku ingin menuntut qishash''. Mendengar ucapan Sawad, para sahabat marah seraya berkata, ''Betapa teganya engkau menuntut qishah kepada Rosulullah''.Namun dengan tersenyum, Rasulullah menjawab, ''Biarkan dia menuntut haknya.'' Nabi saw menyingkapkan pakaiannya, dan tampaklah dadanya yang bidang dan putih itu, seraya bersabda, ''Balaslah!''. Tetapi Sawad bukannya memukul, melainkan menubruk dada Rasulullah dan kemudian menciumnya dengan penuh hikmat, seraya berkata, ''Betapa mungkin hamba membalasmu Ya Rasulullah. Sesungguhnya hamba sudah lama merindu mencium dadamu. Selama ini mencari kesempatan agar kulit hamba yang kasar ini dapat menyentuh kulitmu, berilah hamba syafaatmu ya Rasulullah.'' Dan kemudian Nabi mendoakannya. Rasulullah memimpin dengan cinta, dan merasa terhimpit jiwanya melihat penderitaan orang lain yang mengharapkan uluran tangan dan pantulan cinta yang ikhlas dari sesamanya. - ah

Peduli...Oleh : Mujianto

http://www.republika.co.id/




Allah SWT telah mempersaudarakan seluruh kaum Muslimin atas dasar akidah Islam. Seorang Muslim yang satu dengan Muslim lainnya bagaikan satu tubuh. Manakala bagian tubuh yang satu sakit, maka bagian tubuh yang lain akan ikut merasakan sakit tersebut.Perumpamaan seorang Muslim (dengan Muslim lainnya) dalam hal cinta kasih dan saling menyayangi bagaikan satu tubuh. Apabila (ada) salah satu bagian tubuhnya menderita (sakit), maka (akan dirasakan) oleh seluruh bagian tubuh lainnya dengan panas dan demam, (HR Bukhari dan Muslim). Wajar bila ada kaum Muslim yang disakiti, maka Muslim lainnya akan ikut membantu dan membelanya. Apalagi jika sampai kaum Muslim dihinakan harga dirinya oleh orang-orang kafir. Allah SWT berfirman, Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang sedang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan Allah Maha Kuasa menolong mereka. (Yaitu) orang-orang yang diusir dari kampung halamannya tanpa alasan yang benar, kecuali mereka hanya berkata Rabb kami hanyalah Allah. (QS Al Hajj: 39).Tidak itu saja, Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk menolong saudaranya yang sedang mengalami penindasan. Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang tertindas (baik dari kalangan) laki-laki, wanita, maupun anak-anak? (QS An Nisa: 75). Ayat ini diperkuat ayat lainnya, (Akan tetapi) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan, kecuali terhadap kaum yang telah ada perjanjian antara kamu dan mereka. (QS An Anfal 72).Ayat dan hadis tersebut mengharuskan kaum Muslimin peduli. Kepedulian itu dapat diwujudkan dalam bentuk bantuan, baik berupa harta benda bahkan sampai jiwa raga. Sikap itu bukan semata-mata karena urusan kemanusiaan, tapi lebih kepada pelaksanaan perintah-perintah Allah SWT. Rasullah saw bahkan telah memperingatkan setiap Muslim agar peduli terhadap nasib saudaranya setiap hari. ''Barang siapa bangun di pagi hari, tapi tidak memikirkan nasib kaum Muslimin, maka dia bukan termasuk golonganku.''Tentu saja, sesuai dengan pandangan Islam, pembelaan kepada saudaranya dengan segala daya dan upaya yang dimiliki tetap mengacu kepada norma-norma yang telah ditentukan oleh Islam.Islam melarang kaum Muslimin bersikap munafik, seperti yang pernah dilakukan oleh Abdullah bin Ubay bin Salul. Saat itu Rasullah saw telah memerintahkan kaum Muslimin menyerang kaum Yahudi Bani Qainuqa, karena telah menghinakan seorang wanita Muslimah dan mengingkari perjanjian dengan kaum Muslimin. Abdullah bin Ubay malah berupaya melindungi kaum Yahudi itu dengan meminta agar Rasul mencabut kembali perintahnya.Setiap Muslimin dituntut menunjukkan ketegasan sikap. Tidak bermanis muka, menjilat, atau menutup-nutupi kejadian yang sebenarnya. Kalau tidak maka Islam akan terus dihinakan dan menjadi bulan-bulanan kaum kafirin. Wallahu a'lam bi shawab. - ah